Pulau D Disegel Kembali Oleh Anies
Pulau D kawasan reklamasi Teluk Jakarta disegel lagi. Penyegelan berlangsung sejak zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sampai Gubernur Anies Baswedan.
Aksi penyegelan oleh Gubernur Anies pada Kamis (7/6/2018) tadi pagi menjadi yang terbaru. Anies mengerahkan 300 personel Satpol PP untuk menyegel dan menutup Pulau C dan D.
"Satpol PP menutup dan menghentikan kegiatan Pulau C dan D serta menyegel bangunan di Pulau D," kata Kepala Satpol PP DKI Yani Wahyu Purwoko kepada detikcom.
Berikut adalah tujuh fakta soal penyegelan Pulau D ini
1. Pengembang proyek
Pengembang proyek Pulau D ini adalah PT Kapuk Naga Indah (KNI) yang merupakan anak perusahaan PT Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan.
Pulau C sendiri memiliki lahan seluas 109 hektare (ha) dan Pulau D seluas 312 ha. Sebenarnya Pulau C pernah bersatu daratannya dengan Pulau D. Inilah yang membuat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman terdahulu memerintahkan agar pulau ini dipisah.
"Saya lihat ini gabung (antara Pulau C dan D). Saya harap pengembang bisa memisah 100 meter," kata Rizal Ramli saat berdiri di sambungan pulau itu, bersama Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menteri Kelautan, Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Ahok selaku Gubernur kala itu, pada 4 Mei 2016.
2. Bangunan mewah di atasnya
Hanya Pulau D yang punya bangunan di atasnya, sedangkan Pulau C masih kosong. Bangunan di atas Pulau D adalah bangunan mewah. Bangunan itu telah disegel.
Anies menyebut telah menyegel 932 bangunan di pulau ini. Di dalamnya ada 409 rumah, 212 rumah kantor (rukan), dan 313 rukan-rumah tinggal.
Untuk perumahan mewah di atas pulau ini, terlihat masih kokoh berdiri. Lingkungannya rapi, paving sudah tertata dengan rata, dilengkapi danau buatan, taman bermain anak, hingga gardu PLN. Kondisi di lingkungan ini sepi sekali.
3. Tiga kali disegel
Penyegelan yang dilakukan Anies bukanlah kali pertama. Pulau D sudah tiga kali disegel, yakni dua kali di periode Ahok dan sekali di periode Anies.
Di era Ahok, penyegelan Pulau D pernah dilakukan pada Juni 2015. "Kita itu kan sudah melakukan penertiban dari tahun 2015, bulan Juni," kata Kepala Dinas Penataan Kota DKI Iswan Achmadi pada 14 April 2016 lampau.
Selanjutnya, penyegelan dilakukan pada 4 April 2016. Barulah penyegelan ketiga dilakukan Anies pada 7 Mei 2018.
4. Pernah diperintahkan dibongkar bangunannya
Bangunan di atas Pulau D ini sampai sekarang masih kokoh berdiri. Padahal sebelumnya, menurut pihak Pemprov DKI, sudah ada Surat Perintah Bongkar (SPB) yang dilayangkan ke pihak pengembang, PT Kapung Naga Indah.
"SPB tahun 2015 ya. Itu diberikan oleh Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Utara. Jadi sesuai dengan kewenangannya, itu diberikan kepada suku dinas," kata Kepala Dinas Penataan Kota DKI Iswan Achmadi pada 14 April 2016 lampau.
Pembongkaran tidak dilakukan karena saat itu pihak PT Kapuk Naga Indah disebutnya memberikan surat pernyataan untuk menghentikan kegiatan pembangunan. Bila ada pelanggaran terhadap pernyataan itu, maka PT Kapuk Naga Indah bersedua untuk dibongkar bangunannya.
Saat itu, Ahok menyatakan pendirian bangunan di atas pulau itu memang tidak boleh. Namun dia berpendapat bangunan itu tidak masalah bila masih berdiri asalkan pemiliknya terus membayar denda. "Kalau dibongkar kan investasi rusak," kata Ahok saat di Pulau D, 4 Mei 2016.
Kemarin, Kamis (7/6) Anies Baswedan juga ditanya apakah bangunan ini akan dibongkar. Dia menjawab, "Nanti kita lihat, karena kita lihat juga sesuai dengan rencana pengembangannya seperti apa."
5. Rizal Ramli Moratorium, Luhut Pandjaitan Mencabut
Pada 18 April 2016, Menko Kemaritiman kala itu, Rizal Ramli, mengadakan moratorium alias penghentian sementara proyek reklamasi.
"Kami meminta untuk sementara menghentikan, moratorium proyek reklamasi sampai disusun aturan hukum yang jelas," kata Rizal dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Kemaritiman, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, kala itu.
Pada 30 Juni 2016, Komite Gabungan yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemprov DKI memutuskan reklamasi Pulau D, C, dan N diteruskan, asalkan bangunan awal pulau itu dibongkar.
Pada 13 September 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyetujui kelanjutan reklamasi, asalkan kewajiban mereka dipenuhi dulu. Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, San Afri Awang, menyatakan pengembang pulau harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan adanya sambungan listrik milik PLN. Ternyata itu semua bisa diatasi oleh pengembang.
IMB tak bisa terbit karena dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait reklamasi masih belum diselesaikan DPRD dan Pemprov DKI, bahkan sampai sekarang. Dua Raperda itu adalah Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Kajian kemarin, ternyata itu bisa diatasi. Tanya PLN, termasuk pulau itu ujungnya dipotong untuk mempercepat arus. Dengan (pulau) itu dipotong, kecepatan air dan sirkulasi meningkat, dan itu bisa ditolerir," ujar San Afri Awang saat itu, berbicara soal Pulau D dan C.
Pada 17 Oktober 2017, Menko Kemaritiman Luhut Panjdaitan (pengganti Rizal Ramli) menyatakan moratorium reklamasi dicabut. "Kenapa dicabut? Semua komplain oleh kita sudah dipenuhi oleh pengembang," kata Luhut kala itu, berbicara reklamasi Teluk Jakarta secara umum.
6. Masalah perizinan
Dari tiga penyegelan bangunan di Pulau D, semua punya latar belakang yang sama yakni masalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pengembang belum punya IMB namun sudah mendirikan bangunan.
Pada 4 Mei 2016 lampau, Presiden Direktur PT Kapuk Naga Indah, Nono Sampono di Pulau D mengatakan pihaknya sudah menunggu IMB selama dua tahun. "Bahwa sampai saat ini PT Kapuk Naga Indah masih menunggu diturunkan Rancang Bangun Kota/Urban Design Guide Lines (UDGL) dari Pemda DKI Jakarta dalam rangka penyelesaian IMB yang telah diajukan kurang lebih dua tahun yang lalu," tutur Nono.
Tanpa IMB, maka tentu tak boleh ada pendirian bangunan di atas lahan. Maka penyegelan dilakukan, termasuk penyegelan yang dipimpin Anies Baswedan kemarin.
7. Pulau D nyaris 'disegel' nelayan
Bukan hanya pihak pemerintah, tapi pihak non-pemerintah juga pernah berupaya 'menyegel' Pulau D. Tercatat, kaum nelayan pernah berencana menyegel Pulau D dan Pulau G.
Pada 17 April 2016, nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengadakan syukuran karena Komisi IV DPR serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyepakati untuk memberhentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Mereka berkumpul di Muara Angke dan hendak menuju Pulau D dan Pulau G untuk menyegel. Pantauan detikcom saat itu, belasan lebih perahu nelayan menuju Pulau G di Teluk Jakarta. Para nelayan beramai-ramai memenuhi Pulau G yang masih berupa urukan pasir. Di sana mereka melakukan "penyegelan" secara simbolis, meletakkan gembok karton bertuliskan "Disegel Nelayan".
Aksi ini didampingi oleh beberapa LSM seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), LBH dan beberapa lainnya. Sempat hampir terjadi kericuhan antara nelayan dan penjaga pulau reklamasi, akhirnya massa berhasil ditenangkan kembali. Namun ternyata rencana untuk melanjutkan 'penyegelan' ke Pulau D batal.
No comments: